Soalan:
Puasa sunat enam hari di bulan Syawal
Jawapan:
Dalil-dalil tentang Puasa Syawal
Dari Abu Ayyub r.a.:"Rasulullah SAW bersabda: 'Siapa yang berpuasa Ramadhan dan melanjutkannya dengan 6 hari pada Syawal, maka itulah puasa seumur hidup'." (Riwayat Muslim, Ahmad, Abu Dawud Dan At-Tirmidzi)
Hukum Puasa Syawal
Hukumnya adalah sunnah: "Ini adalah hadis sahih yang menunjukkan bahwa berpuasa enam hari pada Syawal adalah sunnah. Asy-Syafi'i, Ahmad dan banyak ulama terkemuka mengikutinya. Hal-hal yang berkaitan dengannya adalah:
1. Tidak harus dilaksanakan berurutan. "Hari-hari ini (berpuasa syawal) tidak harus dilakukan langsung setelah Ramadhan. Boleh melakukannya satu hari atau lebih setelah Aidilfitri, dan mereka boleh menjalankannya secara berurutan atau terpisah selama bulan Syawal, apapun yang lebih mudah bagi seseorang. ... dan ini (hukumnya) tidaklah wajib, melainkan sunnah."
Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:"Sahabat-sahabat kami berkata: adalah mustahab untuk berpuasa enam hari dalam bulan Syawal.
2. Tidak boleh dilakukan jika masih tertinggal dalam Ramadhan. Jika seseorang tertinggal beberapa hari dalam Ramadhan, dia harus berpuasa terlebih dahulu, lalu baru boleh melanjutkannya dengan 6 hari puasa Syawal, kerana dia tidak boleh melanjutkan puasa Ramadan dengan 6 hari puasa Syawal, kecuali dia telah menyempurnakan Ramadan-nya terlebih dahulu."
Soalan:
Bagaimana kedudukan orang yang berpuasa enam hari di bulan syawal padahal punya qada’(mengganti) Ramadhan ?
Jawapan:
Dasar puasa enam hari syawal adalah hadis berikut :
"Barangsiapa berpuasa Ramadhan lalu mengikutinya dengan enam hari Syawal maka ia laksana mengerjakan puasa satu tahun."
Jika seseorang punya kewajiban qada’ puasa lalu berpuasa enam hari padahal ia punya kewajiban qada’ enam hari maka puasa syawalnya tak berpahala kecuali telah mengqada’ Ramadhannya (Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin)
Soalan:
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz ditanya : Seorang wanita sudah terbiasa menjalankan puasa enam hari di bulan Syawal setiap tahun, pada suatu tahun ia mengalami nifas kerana melahirkan pada permulaan Ramadan dan belum mendapat kesucian dari nifasnya itu kecuali setelah habisnya bulan Ramadhan, setelah mendapat kesucian ia mengqada’ puasa Ramadhan. Apakah diharuskan baginya untuk mengqada’ puasa Syawal yang enam hari itu setelah mengqada’ puasa Ramadhan walau puasa Syawal itu dikerjakan bukan pada bulan Syawal? Ataukah puasa Syawal itu tidak harus diqada’ kecuali mengqada’ puasa Ramadhan saja dan apakah puasa enam hari Syawal diharuskan terus menerus atau tidak?
Jawapan:
Puasa enam hari di bulan Syawal, sunat hukumnya dan bukan wajib berdasarkan sabda Rasulullah SAW ertinya : ”Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan kemudian disusul dengan puasa enam hari di bulan Syawal maka puasanya itu bagaikan puasa sepanjang tahun" (Riwayat Imam Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa puasa enam hari itu boleh dilakukan secara berurutan ataupun tidak berurutan, karena ungkapan hadis itu bersifat mutlak, akan tetapi bersegera melaksanakan puasa enam hari itu adalah lebih utama berdasarkan firman Allah SWT,"Dan aku bersegera kepada-Mu. Ya Rabbku, agar supaya Engkau redha (kepadaku)" (Surah Toha : 84)
Juga berdasarkan dalil-dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah yang menunjukkan keutamaan bersegera dan berlumba-lumba dalam melakukan kebaikan. Tidak diwajibkan untuk melaksanakan puasa Syawal secara terus menerus akan tetapi hal itu adalah lebih utama berdasarkan sabda Rasulullah SAW, "Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang terus menerus dikerjakan walaupun sedikit"
Tidak disyari'atkan untuk mengqada’ puasa Syawal setelah habis bulan Syawal, karena puasa tersebut adalah puasa sunat, baik puasa itu terlewat dengan atau tanpa uzur.
Soalan:
Syaikh Abduillah bin Jibrin ditanya : Jika seorang wanita berpuasa enam hari di bulan Syawal untuk mengqada puasa Ramadhan, apakah ia mendapat pahala puasa enam hari Syawal?
Jawapan:
Disebutkan dalam riwayat Nabi SAW bahawa beliau bersabda: "Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan kemudian diikuti dengan puasa enam hari bulan Syawal maka seakan-akan ia berpuasa setahun"
Hadis ini menunjukkan bahwa diwajibkannya menyempurnakan puasa Ramadhan yang merupakan puasa wajib kemudian ditambah dengan puasa enam hari di bulan Syawal yang merupakan puasa sunnah untuk mendapatkan pahala puasa setahun.
Dalam hadis lain disebutkan "Puasa Ramadhan sama dengan sepuluh bulan dan puasa enam hari di bulan Syawal sama dengan dua bulan"
Yang bererti bahwa satu kebaikan mendapat sepuluh kebaikan, maka berdasarkan hadits ini barangsiapa yang tidak menyempurnakan puasa Ramadhan dikeranakan sakit, perjalanan jauh, haid atau nifas maka hendaknya ia menyempurnakan puasa Ramadhan itu dengan mendahulukan qada’nya dari pada puasa sunat, termasuk puasa enam hari Syawal atau puasa sunat lainnya.
Jika telah menyempurnakan qada puasa Ramadhan, baru disyariatkan untuk melaksanakan puasa enam hari Syawal agar boleh mendapatkan pahala atau kebaikan yang dimaksud. Dengan demikian puasa qada’ yang ia lakukan itu tidak berstatus sebagai puasa sunat Syawal.
Soalan:
Syaikh Abdullah bin Jibrin ditanya: Apakah saya berhak untuk melarang isteri saya jika ia hendak melakukan puasa sunat seperti puasa enam hari Syawal ? Dan apakah perbuatan saya itu berdosa ?
Jawapan:
Ada nas yang melarang seorang wanita untuk berpuasa sunat saat suaminya hadir di sisinya kecuali dengan izin suaminya. Dan seandainya wanita itu berpuasa tanpa seizin suaminya maka boleh bagi suaminya untuk membatalkan puasa isterinya itu jika suaminya ingin mencampurinya. Jika suaminya itu tidak berhajat mencampuri kepada isterinya, maka makruh hukumnya bagi suami untuk melarang isterinya berpuasa jika puasa itu tidak membahayakan diri isterinya atau menyulitkan isterinya dalam mengasuh atau menyusui anaknya, baik itu berupa puasa Syawal yang enam hari itu ataupun puasa-puasa sunat lainnya.
Soalan:
Syaikh Shalih Al-Fauzan ditanya: Bagaimanakah hukum puasa sunat bagi wanita yang telah bersuami?
Jawapan:
Tidak boleh bagi wanita untuk berpuasa sunat jika suaminya hadir kecuali dengan izinnya, berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah r.a. bersabda, "Tidak halal bagi seorang wanita unruk berpuasa saat suaminya bersamanya kecuali dengan izinnya" dalam riwayat lain disebutkan, "kecuali puasa Ramadhan"
Adapun jika suami memperkenankannya untuk berpuasa sunat atau wanita itu tidak bersuami, maka dibolehkan baginya menjalankan puasa sunat, terutama pada hari-hari yang dianjurkan untuk berpuasa sunat iaitu puasa hari Isnin dan Khamis, puasa tiga hari dalam setiap bulan, puasa enam hari di bulan Syawal, puasa pada sepuluh hari di bulan Zulhijjah dan di hari 'Arafah, puasa Asyura serta puasa sehari sebelum atau setelahnya.
No comments:
Post a Comment