Salam

السلا م عليكم ورحمة الله وبركاته

Welcome to Al-Khairy Blog ~ (^_^) ~ Selamat Datang ke Al-Khairy Blog

ANDA BERHAK UNTUK MENYEBARKAN "HADIS-HADIS & FADHILAT-FADHILAT SERTA DAKWAH AMR MA'RUF" YANG ADA DALAM BLOG INI TANPA MEMINTA IZIN TERLEBIH DAHULU

Selamat Datang

Like

Search This Blog

Aqidah Ahlulsunnah Wal Jamaah

IKUTILAH AS-SUNNAH

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (٣١)

“Katakanlah (Wahai Muhmmad): Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Rasulullah s.a.w.), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Surah Ali 'Imraan, 3: 31)


لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا (٢١)

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (iaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (Surah Al-Ahzab, 33: 21)

TV Al-Quran

TvQuran

Wednesday, May 11, 2011

Poligami Menurut Syariat Islam (2)


  • Lintas Berita
alt
Sedangkan dalam masalah kasih sayang dan jima’, seorang suami mustahil mampu berlaku adil secara sempurna kepada isteri-isterinya. Akan tetapi, keadilan dalam masalah seperti ini, jima’ dan kasih sayang tidak meniadakan taklif bolehnya berpoligami. Bahkan, Allah swt mengijinkan seorang suami melakukan poligami meskipun ia tidak bisa berlaku adil dalam dua hal ini. Sebab, keadilan dalam hal kasih sayang dan jima’ di luar kemampuan manusia. Meskipun demikian, Allah swt melarang seorang suami terlalu cenderung atau condong kepada salah satu isterinya, sehingga yang lain teraniaya dan terdzalimi. Perhatikan kelanjutan surat an-Nisa’[04]:129,

Kalian sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isterimu, walaupun kalian sangat ingin berbuat demikian. Oleh karena itu, janganlah kalian terlalu condong (kepada yang kalian cintai) hingga kalian membiarkan yang lainnya terkatung-katung.”[QS. al-Nisaa’ [04]:129]

Pecahan kalimat, “Oleh karena itu, janganlah kalian terlalu condong (kepada yang kalian cintai) hingga kalian membiarkan yang lainnya terkatung-katung”, menunjukkan bahwa poligami diperbolehkan meskipun ia tidak mampu berbuat adil dalam masalah kasih sayang dan jima’. Pecahan ayat, “hingga yang lain terkatung-katung”, menunjukkan bahwa laki-laki itu sedang dalam kondisi berpoligami, atau isterinya banyak. Akan tetapi, ia dilarang condong kepada salah satu isterinya yang bisa berakibat teraniayanya isteri-isterinya yang lain. Akan tetapi, ayat ini tidak boleh dipahami bahwa seorang suami dilarang condong kepada salah satu isterinya. Yang dilarang adalah kecondongan berlebihan sehingga isteri yang lain terlantar dan teraniaya. Walhasil, ayat ini dengan sangat jelas menjelaskan bolehnya seorang laki-laki melakukan poligami.

Pengertian ayat semacam ini sama dengan ayat berikut ini, artinya:

Janganlah kami terlalu mengulurkannya (terlalu royal dalam memberi).”[QS. al-Isra’:29]

Ayat ini mengandung pengertian bolehnya kita memberi kepada orang lain, akan tetapi dilarang terlalu royal atau berlebihan.Dengan kata lain, memberi kepada orang lain bukanlah suatu yang dilarang. Yang dilarang adalah terlalu royal atau berlebihan dalam memberi.

Atas dasar itu, Allah swt tidak melarang suami untuk bersikap condong kepada salah satu isterinya, tetapi melarang bersikap condong berlebihan kepada salah satu isterinya sehingga yang lain terkatung-katung dan terdzalimi. Oleh karena itu, pengertian surat al-Nisaa’ ayat 129 tersebut adalah, “Jauhilah sikap condong yang berlebihan (atau kecondongan mutlak) kepada salah satu isterimu.”

Dalam sebuah riwayat dituturkan bahwa, Nabi saw bersabda, artinya, “Barangsiapa yang mempunyai dua orang isteri, lalu ia bersikap condong kepada salah satu diantara mereka, niscaya ia akan datang pada Hari Kiamat nanti sambil menyeret separuh badannya dalam keadaan terputus dan condong”.

[HR. Ahlu al-Sunan, Ibnu Hibban dan Hakim]


Hadits ini menunjukkan dengan sangat jelas bolehnya seorang laki-laki melakukan poligami.Manthuq hadits ini menyatakan dengan sangat jelas, “Barangsiapa yang mempunyai dua orang isteri, lalu ia bersikap condong kepada salah satu diantara mereka”, bahwa seorang suami boleh melakukan poligami, meskipun ia tidak bisa bersikap adil dalam masalah kasih sayang dan jima’. Hadits ini semakin memperkuat pengertian surat al-Nisaa:129, bahwa seorang laki-laki boleh saja condong kepada salah seorang isterinya, akan tetapi jangan sampai melebihi batas sehingga berakibat isteri yang lain terlantar dan terkatung-katung.

Atas dasar itu, keadilan yang diwajibkan atas seorang suami adalah bersikap seimbang di antara isteri-isterinya sesuai dengan kemampuannya, baik dalam hal bermalam, memberi makan, pakaian, tempat tinggal dan lain-lain sebagainya [masalah fisik]. Sebaliknya, dalam masalah kasih sayang dan jima’, seorang suami boleh bersikap condong kepada salah satu isterinya. Sebab, hal ini diluar kemampuan dirinya dan termasuk perkara yang dikecualikan berdasarkan nash-nash al-Quran. kan tetapi ia tidak boleh condong secara berkelebihan yang mengakibatkan isterinya yang lain terlantar.

Demikianlah, anda telah kami jelaskan secara mendetail dan mendalam. Kesimpulannya, keadilan bukanlah syarat bagi poligami.Keadilan yang dituntut oleh Allah swt kepada seorang suami adalah keadilan dalam hal-hal yang masih berada di dalam kemampuannya, yaitu dalam masalah fisik.Akan tetapi, Allah swt tidak memerintahkan seorang suami untuk bisa berlaku adil dalam perkara kasih sayang dan jima’. Sebab, selain di luar kemampuannya, keadilan dalam dua hal ini telah ditakhshish berdasarkan nash-nash al-Quran. Seorang suami tidak mungkin bisa berbuat adil secara sempurna kepada isterinya dalam dua hal ini, sebab Allah swt telah memberitahukan masalah ini. Ketidakmampuan manusia untuk melakukan perkara ini menunjukkan bahwa perkara tersebut sama sekali tidak berhubungan dengan taklif. Sebab, taklif hanya berhubungan dengan perkara-perkara yang mampu dilakukan oleh manusia. Atas dasar ituketidakmampuan manusia untuk bersikap adil dalam dua perkara ini sama sekali tidak menafikan bolehnya berpoligami. Ini didasarkan pada kenyataan bahwa, Allah tidak membebani hambanya dengan sesuatu yang ia tidak mampu. Allah swt membolehkan seorang suami condong kepada salah satu isterinya dalam hal kasih sayang dan jima’, akan tetapi kecondongan ini tidak boleh mengakibatkan isteri-isterinya yang lain terkatung-katung dan teraniaya. Rasulullah saw sendiri memiliki kecondongan kepada ‘Aisyah, akan tetapi beliau saw bisa berlaku adil dalam masalah-masalah fisik.

Tidak Ada ‘Illat dalam Poligami

Bolehnya melakukan praktek poligami juga tidak didasarkan pada ‘illat tertentu. Sebab, nash-nash yang membolehkan poligami sama sekali tidak mengandung ‘illat secara mutlak. Ini ditunjukkan dengan sangat jelas dalam firman Allah swt, artinya:

Kawinilah wanita-wanita yang kalian senangi dua, tiga atau empat….”[QS. an-Nisa’ [04]:3]

Atas dasar itu, kita tidak boleh menyatakan bahwa bolehnya poligami dikarenakan ‘illat-‘illat tertentu, misalnya untuk menolong para janda, maupun korban-korban perang. Bahkan ada yang menyatakan bahwa, ‘illat bolehnya poligami karena adanya janda-janda yang jumlahnya sangat banyak akibat korban perang. Jika janda-janda ini tidak ada lagi, maka hukum bolehnya poligami tidak berlaku lagi. Ada juga yang beranggapan bahwa ‘illat bolehnya melakukan poligami adalah untuk menjaga diri dari tindak kemaksiyatan, berzina misalnya. Akibatnya, jika dengan satu isteri orang bisa menahan dirinya dari tindak maksiyat maka ia tidak boleh melakukan poligami. Sebab, ‘illat itu beredar sesuai dengan apa yang di’illati (al-‘illat taduuru ma’a ma’luul wujuudan wa ‘adaman).

Pada dasarnya, ‘illat-illat tersebut di atas sama sekali tidak didasarkan pada nash-nash syara’. Padahal, ‘illat yang absah dijadikan sebagai dalil hukum adalah ‘illat yang syar’iyyah. ‘Illat Syar’iyyah adalah ‘illat yang terkandung di dalam nash-nash al-Quran dan bisa digali dari nash-nash al-Quran dan sunnah. Sedangkan ‘illat ‘aqliyyah sama sekali tidak bernilai untuk menetapkan hukum syari’at.

Kebolehan berpoligami bersifat mutlak, tanpa memandang apakah ia mampu menjaga dirinya dari maksiyat atau tidak, ada janda perang ataupun tidak, maupun karena sebab-sebab yang lainnya.

Namun demikian, jika dilihat sebagai bagian dari solusi atas problematika manusia, maka poligami adalah salah satu solusi atas berbagai macam problem yang menimpa manusia. Menurut Taqiyyuddin al-Nabhani, problem-problem yang bisa dipecahkan melalui poligami adalah problem-problem berikut ini:

1. Adanya tabiat pada sebagian laki-laki yang tidak puas hanya dengan seorang isteri. Bila ia menyalurkan hasrat biologisnya hanya kepada satu isterinya saja, tentu hal ini akan berakibat buruk bagi dirinya dan juga isterinya. Namun, bila ada jalan keluar bagi dirinya, yakni diperbolehkannya poligami, maka laki-laki itu bisa melangsungkan pernikahan dengan wanita-wanita lain yang ia sukai. Sebaliknya, jika di hadapannya tidak ada jalan keluar, yakni ada larangan berpoligami, tentunya larangan ini akan berdampak buruk bagi laki-laki tersebut dan juga masyarakat. Praktek perzinaan akan tersebar luas, dan anggota keluarga akan saling curiga satu dengan yang lainnya. Atas dasar itu, bagi orang-orang yang memiliki tabiat semacam ini –tidak puas hanya dengan satu isteri—harus mendapatkan pemecahan yang menjadikan dirinya bisa memenuhi kebutuhan biologisnya yang menggebu, atau bisa menyalurkannya pada perbuatan-perbuatan yang dihalalkan oleh Allah swt (menikah lagi).


1. Wanita-wanita mandul yang tidak bisa melahirkan anak, namun ia sangat mencintai dan menyayangi suaminya, demikian pula sebaliknya. Cinta dan kasih sayang diantara keduanya mampu mendorong mereka untuk tetap mempertahankan kehidupan rumah tangga dengan penuh ketenangan dan kesejukan. Akan tetapi, sang suami sangat menginginkan seorang anak yang benar-benar lahir dari darah dan dagingnya. Tentunya, jika dalam kondisi semacam ini sang suami dilarang melakukan poligami, keinginannya akan terpupus, sehingga ia akan menderita dan merana.Hal semacam ini akan berakibat fatal bagi kehidupan keluarganya.Pada titik tertentu ia akan menceraikan isterinya, sekedar untuk mewujudkan keinginan-keinginannya.Pilar keluarga yang telah mereka bangun menjadi hancur berantakan. Bahkan, larangan poligami pada suami-suami yang menginginkan anak dari darah dagingnya sendiri akan mengebiri naluri kebapakannya. Oleh karena itu, suami yang menghadapi masalah seperti ini harus mendapatkan jalan keluar, yaitu dengan memperbolehkan dirinya melakukan poligami, agar ia mendapatkan keturunan yang didambakannya

2. Terjadinya banyak pergolakan dan peperangan yang mengakibatkan banyaknya jatuh korban di pihak laki-laki. Suatu wilayah atau negara yang sering terjadi pertikaian dan peperangan tentu akan berdampak pada menurunnya jumlah laki-laki dan meningkatnya jumlah janda. Selain itu adanya peperangan dan pertikaian juga akan berdampak pada tidak seimbangnya rasio jumlah laki-laki dan wanita. Dalam kondisi semacam ini, poligami merupakan salah satu solusi untuk memecahkan problem banyaknya janda akibat peperangan dan pertikaian, sekaligus rasio jumlah wanita dan laki-laki yang tidak seimbang. Seandainya, poligami dilarang, tentu akan banyak janda dan wanita dewasa yang tidak bisa lagi mengenyam kebahagiaan dan ketenangan hidup berumah tangga. Akibatnya, banyak wanita kehilangan kesempatan untuk merefleksikan fithrahnya sebagai seorang wanita. Atas dasar itu, dalam kondisi semacam ini pelarangan poligami justru akan berdampak buruk bagi kehidupan wanita itu sendiri.

3. Rasio pertambahan jumlah wanita biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan pertambahan jumlah laki-laki. Di daerah-daerah yang jumlah pertambahan wanita [akibat kelahiran] tinggi, tentu membutuhkan solusi tersendiri agar wanita-wanita yang tidak memiliki kesempatan menikah dengan seorang laki-laki bisa merasakan juga manisnya kehidupan rumah tangga. Jika demikian, poligami merupakan solusi agar wanita-wanita yang tidak “kebagian” laki-laki bisa tetap merasakan nikmatnya hidup berumah tangga. Atas dasar itu, poligami bisa dianggap sebagai solusi atas realitas-realitas tersebut di atas.

Namun demikian, kebolehan poligami tidak boleh dikaitkan dengan adanya kondisi-kondisi di atas. Sebab, kebolehan poligami ditentukan berdasarkan nash-nash yang sharih. Dengan kata lain, boleh atau tidaknya melakukan poligami harus didasarkan pada nash-nash syara’, bukan dikarenakan sebab-sebab di atas. Kebolehan berpoligami berlaku mutlak, meskipun kondisi-kondisi di atas tidak terwujud dalam kenyataan.[]

Sumber: http://www.suara-islam.com

No comments:

Post a Comment

Popular Posts

DOWNLOAD AZAN

ISLAMIC BANNER

ISLAMIC FHOTO

DAILY PRAYER TIME