DALAM
SHAHIH BUKHARI NO. 3395,
SHAHIH MUSLIM NO. 6957, DAN
AHMAD NO.10924
Dalam sebuah Hadits yang diketengahkan oleh Bukhari dan Muslim secara sepakat disebutkan bahwa: dahulu di kalangan orang-orang yang sebelum kalian -yakni kaum Bani Israil- ada seorang lelaki yang telah membunuh 99 orang. Lelaki ini telah berlumuran darah. Jari-jemarinya, pakaiannya, tangan, dan pedangnya, semuanya basah oleh darah, karena telah membunuh 99 orang dari kalangan orang-orang yang jiwanya terpelihara. Padahal seandainya semua penduduk bumi dan penduduk langit bersatu-padu untuk membunuh seorang lelaki muslim, tentulah Allah akan mencampakkan mereka semuanya dengan muka di bawah ke dalam neraka. Maka terlebih lagi dengan seseorang yang datang dengan pedang yang terhunus, sikap yang kejam, jahat, lagi emosi, akhirnya dia membunuh 99 orang.
Lelaki pelaku kejahatan ini telah melumuri dirinya dengan darah banyak orang dan membinasakan banyak jiwa yang diharamkan oleh Allah membunuhnya serta mencabut nyawa mereka. Sesudah dirinya berlumuran dengan kejahatan dan dosa besar ini, ia menyadari kesalahannya terhadap Allah. Ia pun ber¬pikir tentang hari pertemuannya dengan Allah nanti, teringat saat hari kedatangannya kepada Allah untuk mempertanggungjawab¬kan semua dosanya. Dia meyakini bahwa tiada yang mengampuni dosa, yang menghukumnya, yang menghisabnya, dan yang membenci seorang hamba karena dosa, kecuali hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Selanjutnya, ia berpikir untuk kembali dan bertaubat kepadaNya agar Dia membebaskannya dari neraka.
Sesungguhnya para raja pun bila budak-budaknya telah beruban dalam perbudakannya mereka pasti akan memerdekakannya dengan pembebasan yang baik. Dan Engkau, wahai penciptaku, jauh lebih murah daripada itu Sekarang sungguh aku telah beruban dalam penghambaan diri maka bebaskanlah diriku dari neraka
Maka keluarlah ia dengan pakaian yang berlumuran darah, sedang pedangnya masih meneteskan darah segar dan jari-¬jemarinya berbelepotan darah. Ia datang bagaikan seorang yang mabuk, terkejut, lagi ketakutan seraya bertanya-tanya kepada semua orang: "Apakah aku masih bisa diampuni?”
Orang-orang berkata kepadanya: "Kami akan menunjukkanmu kepada seorang rahib yang tinggal di kuilnya, maka sebaiknya kamu pergi ke sana dan tanyakanlah kepadanya apakah dirimu masih bisa diampuni."
Dia menyadari bahwa tiada yang dapat memberi fatwa dalam masalah ini, kecuali hanya orang-orang yang ahli dalam hukum Allah. Ia pun pergi ke sana, ke tempat rahib itu, seorang ahli ibadah dari kalangan kaum Bani Israil yang belum pernah merasakan manisnya ilmu dan tidak pernah membekali dirinya dengan pengetahuan, penelitian, dan penguasaan terhadap masalah-¬masalah agama.
Dia hanya melakukan ibadahnya menurut tata cara yang dibuat-buatnya sendiri tanpa ada dalil, baik dari syari'at maupun agama.
Dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasululloh bersabda:
“sebelum kalian (dari kalangan bani israil ada seorang lelaki yang telah membunuh 99 jiwa, kemudian dia bertanya tentang orang yang paling pandai di muka bumi, dia diberitahu adanya seorang ahli ibadah, diapun mendatanginya, dia berkata bahwa dia telah membunuh 99 jiwa, apakah ada kesempatan untuk bertaubat ? ahli ibadah itu menjawab: tidak. Kemudian lelaki tadi membunuhnya, sehingga dia menyempurnakan jiwa yang telah dia bunuh menjadi 100. dia bertanya lagi tentang orang yang paling alim di muka bumi ini, dia diberitahu adanya seorang alim, dia bertanya kepadanya bahwa dia telah membunuh 100 jiwa, apakah ada kesempatan untuk bertaubat ? orang alim itu berkata: ya, apa yang menjadi penghalang untuk bertaubat, pergilah ke daerah itu, di dalamnya ada banyak orang yang beribadah kepada Alloh, maka beribadahlah kepada Alloh dengan mereka, dan jangan kembali ke daerahmu, karena ia tempat yang dipenuhi dengan keburukan. Lelaki itu kemudian meninggalkannya dan menuju ke daerah yang disarankan (oleh orang alim itu), ketika dipertengahan jalan malaikat maut menghampiri dirinya (meningal dunia), malaikat pembawa rahmah dan malaikat pembawa adzab berselisih tentangnya, malaikat rahmat berkata: dia telah datang dengan bartaubat kepada Alloh. Malaikat adzab barkata: dia tidak pernah melakukan kebaikan sedikitpun. Datanglah seorang malaikat dalam bentuk manusia sebagai penengah diantara keduanya, dia berkata: ukurlah antara kedua daerah tersebut, mana yang lebih dekat, maka itu adalah bagiannya. Keduanyapun melakukan itu, dan mendapatinya lebih dekat kepada daerah yang dituju, kemudian malaikat rahmat membawanya”. (H.R Bukhori Muslim).
Cerita dalam hadits ini termasuk hadits-hadits shohih yang disebutkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim dalam kitab hadits yang paling shohih, didalam cerita ini terdapat banyak pelajar yang sangat berharga bagi kita semua.
1. Allah SWT menciptakan manusia dengan tujuan tertentu, yaitu mewujudkan penghambaannya kepada Mahapencipta dengan melaksanakan segala apa yang diperintahkan dan meninggalkan segala larangannya. Penyelewengan atas prinsip ini merupakan jalan-jalan syaithon untuk menyesatkan manusia darinya, bukan jalan munuju keridhoan Alloh.
Firman Allah SWT:
[Q.S. Al-Baqarah: 168]
2. Setiap kemaksiatan yang dilakukan seorang hamba akan berdampak kepada hatinya. Satu kemaksiatan yang dilakukan, walaupun itu kecil, akan menimbulkan satu noda hitam di hati, jika hari demi hari kemaksiatan terus dilakukan, maka noda hitam akan semakin banyak, dan pada akhirnya hatinya akan hitam dan tertutup dari kebenaran. Hal ini akan berpengaruh kepada seluruh aktifitas yang dilakukan. Jika motor penggerak dari seluruh anggota tubuh itu sudah hitam, maka yang akan keluar darinya adalah aktifitas-aktifitas yang dimurkai dan dibenci oleh Alloh.
Dari An-Nu’man bin Basyir radhiyallohu ‘anhu berkata: saya mendengar Rasululloh bersabda: “ketahuilah bahwa dalam tubuh kita terdapat segumpal darah, jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh, dan jika ia buruk, maka rusaklah seluruh tubuh, itu adalah hati”. (H.R Bukhori Muslim).
Dari Abu Hurairah behwa Rasululloh bersabda: “Jika seorang hamba berbuat satu kesalahan akan ada satu noda hitam di hatinya, apabila dia tinggalkan kemaksiatan itu, meminta ampun dan bertaubat, maka hatinya akan bersih, dan jika kembali akan bertambah nodanya, sampai menutupinya, itulah ron yang Alloh sebutkan dalam firman-Nya “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka””. (H.R Tirmidzi dan dihasankan Syaikh Al-Albani).
(H.R Tirmidzi dan dihasankan Syaikh Al-Albani).
2. Setiap anak Adam pasti melakukan banyak kesalahan, dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang kembali kepada Mahapenciptanya, Rasululloh bersabda:
(H.R Muslim).
Dalam hadits lainnya Rasululloh bersabda: “Setiap anak Adam akan banyak melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertaubat”. (H.R Ibnu Majah dan dihasankan Syaikh Al-Albani).
3. Taubat merupakan kewajiban bagi setiap hamba Alloh yang banyak dipenuhi kesalahan, sebesar apapun dosa yang dilakukan taubat akan menjadi solusi utama menuju jalan kebahagian, kecuali dosa menyukutukan Alloh. Firman Alloh:
“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat”. (Q.S Huud: 3).
Firman Allah SWT:
4. Agar taubat yang dilakukan diterima oleh Alloh, sehingga pelakunya mendapatkan ampunan dari-Nya, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi. Imam Nawawi mengatakan dalam kitab “Riyadhu Ash-Sholihiin”: “Taubat wajib dilakukan atas setiap dosa, jika kemaksiatan berkaitan dengan seorang hamba dan Alloh dan tidak ada hubungannya dengan hak orang lain, maka mempunyai 3 syarat; meninggalkan kemaksiatan tersebut, menyesal atas perbuatannya dan berjanji untuk tidak mengulang kembali. Jika kemaksiatannya berkaitan dengan hak orang lain, maka syaratnya; 3 syarat diatas dan membebaskan diri dari hak tersebut”.
5. Orang alim dalam hadits diatas memberikan beberapa nasehat kepada pelaku pembunuhan tersebut, agar jalan menuju pertaubatan semakin mudah dan tidak menemui hambatan yang berarti, nasehat-nasehat tersebut merupakan sarana-sarana yang efektif menuju taubat kepada Alloh, sarana-sarana tersebut adalah:
Pertama; meninggalkan teman-teman yang dulunya tenggelam bersama-sama dalam kemaksiatan, Rasululloh bersabda:
Dalam hadits yang lain Rasululloh bersabda:
(H.R Tirmidzi dan Abu Dawud dan dihasankan Syaikh Al-Albani).
Kedua; Meninggalkan tempat atau daerah yang banyak dilakukan kemaksiatan di dalamnya, menuju tempat yang dipenuhi dengan ketaatan dan ketakwaan kepada Alloh. Firman Alloh:
Ketiga; Berteman dengan orang-orang yang bertakwa dan taat kepada Alloh, Rasululloh bersabda:
(H.R Bukhori Muslim).
6. Perbedaan antara ahli ibadah dengan orang alim. Ahli ibadah banyak melakukan ibadah tetapi terkadang kurang memahami atau bahkan tidak mengetahui ilmunya (syariat Islam), sehingga lebih banyak merusak dari pada memperbaiki. Sedang orang alim segala aktifitasnya didasarkan atas ilmu, yaitu petunjuk al-Quran dan Sunnah. Rasululloh bersabda:
Ia pun pergi dengan langkah yang cepat dengan penuh penyesalan karena dosa-dosa yang telah dilakukannya, lalu ia mengetuk pintu kuil si rahib tersebut.
Rahib tersebut mengharamkan kepada dirinya sendiri: daging, makanan yang baik, pakaian yang baik, dan kawin, padahal Allah tidak mengharamkan semuanya itu atas dirinya. Dia lakukan hal tersebut karena kejahilannya tentang maksud Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ia pun keluar menyambutnya.
Lelaki penjahat ini masuk dan ternyata pakaiannya masih berlumuran darah segar, membuat si rahib kaget dan terkejut bukan kepalang. Si rahib berkata: "Aku berlindung kepada Allah dari kejahatanmu."
Sambutan ini jelas bukan tata cara yang biasa digunakan oleh para ulama dan para da'i yang menghendaki hidayah bagi manusia, karena pintu Allah selalu terbuka; pemberiannya senantiasa datang dan pergi; pahala-Nya dianugerahkan; tangan kekuasaan¬Nya senantiasa terbuka pada malam hari untuk menerima taubat orang-orang yang berdosa pada siang harinya, dan senantiasa terbuka pada siang hari untuk menerima taubat orang-orang yang berdo'a pada malam harinya, hingga matahari terbit dari arah tenggelamnya (hari Kiamat).
Si penjahat bertanya: "Wahai rahib ahli ibadah, aku telah mem¬bunuh 99 orang, maka masih adakah jalan bagiku untuk bertaubat?”
Rahib yang jahil itu spontan menjawab: "Tiada taubat bagimu!"
Selanjutnya, ia keluar menemui orang-orang guna menanya¬kan kembali kepada mereka, bukan karena alasan apa pun, melainkan karena jiwanya sangat menginginkan untuk taubat dan kembali ke jalan Tuhannya serta menghadap kepada-Nya.
Ia bertanya kepada mereka: "Masih adakah jalan untuk ber¬taubat bagiku?"
Mereka menjawab: "Kami akan menunjukkanmu kepada Fulan bin Fulan, seorang ulama, bukan seorang rahib, yang ahli tentang hukum Tuhan."
Sehubungan dengan pengertian ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menegaskan¬nya melalui ayat-ayat berikut, yaitu firman-Nya:
Dalam QS. AZ-ZUMAR (39): 9, yang artinya:
"Katakanlah: 'Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?"
Orang alim itu pun tersenyum menyambut kedatangannya.
Begitu melihatnya, ia langsung menyambutnya dengan hangat dan mendudukkannya di sebelahnya setelah memeluk dan menghormatinya. Ia bertanya: "Apakah keperluanmu datang kemari?"
Ia menjawab: "Aku telah membunuh 100 orang yang terpelihara darahnya, maka masih adakah jalan taubat bagiku?"
Orang alim itu balik bertanya: "Lalu siapakah yang menghalang-halangi antara kamu dengan taubat dan siapakah yang mencegahmu dari melakukan taubat?
Pintu Allah terbuka lebar bagimu, maka bergembiralah dengan ampunan; bergembiralah dengan perkenan dari-Nya; dan bergembiralah dengan taubat yang mulus."
Ia berkata: "Aku mau bertaubat dan memohon ampun kepada Allah."
Orang alim berkata: "Aku memohon kepada Allah semoga Dia menerima taubatmu."
Selanjutnya, orang alim itu berkata kepadanya: "Sesungguhnya engkau tinggal di kampung yang jahat, karena sebagian kampung dan sebagian kota itu adakalanya memberikan pengaruh untuk berbuat kedurhakaan dan kejahatan bagi para penghuninya. Barang siapa yang lemah imannya di tempat seperti ini, maka ia akan mudah berbuat durhaka dan akan terasa ringanlah baginya semua dosa, serta menggampangkannya untuk melakukan tindakan menen¬tang Tuhannya, sehingga akhirnya ia terjerumus ke dalam kegelapan lembah dan jurang kesesatan. Akan tetapi, apabila suatu masya¬rakat yang di dalamnya ditegakkan amar ma'ruf dan nahi mungkar, maka akan tertutuplah semua pintu kejahatan bagi para hamba."
"Oleh karena itu, keluarlah kamu dari kampung yang jahat itu menuju ke kampung yang baik. Gantikanlah tempat tinggalmu yang lalu dengan kampung yang baik dan bergaullah kamu dengan para pemuda yang shalih yang akan menolong dan membantumu untuk bertaubat."
Si pembunuh itu pun pergi dengan langkah yang cepat dan hati yang gembira dengan berita dan pengharapan ini. Ketika ia telah berada di tengah jalan, ia jatuh sakit dan sekaratul maut datang menjemputnya.
Dalam QS. QAAF (50): 19, yang artinya:
"Dan datanglah sakaratul maut yang sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya.”
Selanjutnya, dia mengucapkan kalimat laa ilaaha illallooh, lalu meninggal dunia. Dia belum pernah shalat, belum pernah puasa, belum pernah bershadaqah, belum pernah zakat, dan belum pernah mengerjakan kebaikan sama sekali, tetapi dia kembali kepada Allah dengan bertaubat, menyesal, berharap, dan takut kepada-Nya.
Maka datanglah malaikat rahmat dan malaikat adzab untuk mengambil dan menerima nyawanya dari malaikat maut yang mencabutnya. Mereka terlibat perselisihan yang sengit dalam memperebutkannya. Malaikat rahmat berkata: "Sesungguhnya dia datang untuk bertaubat dan menghadap kepada Allah menuju kepada kehidupan yang taat, kembali kepada Allah, dan dilahirkan kembali melalui taubatnya itu. Oleh karena itu, dia adalah bagian kami."
Malaikat adzab berkata: "Sesungguhnya dia belum pernah melakukan suatu kebaikan pun. Dia tidak pernah sujud, Tidak pernah shalat, tidak pernah zakat, dan tidak pernah bershadaqah, maka dengan alasan apakah dia berhak mendapatkan rahmat? Bahkan dia termasuk bagian kami."
Allah pun mengirimkan malaikat lain dari langit untuk melerai persengketaan mereka. Selanjutnya, malaikat yang baru diutus itu pun datang kepada mereka yang telah menjadi dua golongan yang bertengkar.
Malaikat yang baru berkata kepada mereka: ''Tahanlah oleh kalian. Sesungguhnya solusinya menurutku ialah hendaklah kalian sama-sama mengukur jarak antara lelaki ini dan tanah yang ia tinggalkan, yaitu kampung yang jahat, dan jarak antara dia dan kampung yang ditujunya, yaitu kampung yang baik."
Ketika mereka sedang sama-sama mengukur, Allah memerin¬tahkan kepada kampung yang jahat untuk menjauh dan kepada kampung yang baik untuk mendekat.
Menurut riwayat lain disebutkan bahwa sesungguhnya lelaki pembunuh 100 orang ini menonjolkan dadanya ke arah kampung yang baik. Akhirnya, mereka menjumpai mayat lelaki jahat ini lebih dekat kepada penduduk kampung yang baik dan mereka memutuskan bahwa lelaki ini adalah bagian untuk malaikat rahmat. Malaikat rahmat pun mengambilnya untuk dimasukkan ke dalam surga.
No comments:
Post a Comment